MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
KEMISKINANAN
INDONESIA
DISUSUN
OLEH :
NURUL
JOKO SANTOSO
20110420320
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI
........................................................................................................
i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG…………………………………………………….….1
1.2 RUMUSAN
MASALAH………………………………………………….....2
1.3 TUJUAN
DAN MANFAAT PENULISAN……………………………..…3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN KEMISKINAN……………………………………….….
3
2.2
KONDISI DAN POTRET KEMISKINAN DI INDONESIA………..……5
2.3
FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN……………………………..…… 10
2.4
PENANGGULANGAN MASALAH KEMISKINAN………………......12
BAB 3 PENUTUP
3.1
KESIMPULAN……………………………………...………………………16
3.2
SARAN……………..……………………………….………………………17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sudah
menjadi amanat dalam konstitusi kita bahwa Negara bertanggung jawab untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat bahkan memelihara anak-anak
yang terlantar. Sungguh sesuatu yang ironis menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2007 jumlah penduduk miskin adalah sebesar 37,17 juta jiwa atau
16,58 % dari total penduduk Indonesia. Sedangkan laporan dari Bank Dunia (World
Bank) adalah hampir setengahnya dari penduduk di Indonesia hidup miskin atau
rentan terhadap kemiskinan. Dengan kondisi dimana hampir 42% rumah tangga hidup
di antara garis kemiskinan US$1- dan US$2 per hari, terlalu banyak rakyat
Indonesia yang sangat rentan jatuh ke kemiskinan.
Dalam
negara yang selalu menghadapi “salah urus”, tidak ada persoalan yang lebih
besar , selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan adalah bagian pertumbuhan
negatif dari suatu bangsa. Kemiskinan juga sering dipahami sebagai gejala
rendahnya tingkat kesejahteraan semata padahal kemiskinan merupakan gejala yang
bersifat komplek dan multidimensi. Rendahnya tingkat kehidupan yang sering
sebagai alat ukur kemiskinan pada hakekatnya merupakan salah satu mata rantai
dari munculnya lingkaran kemiskinan.
Beberapa
dimensi kemisikinan dari segi non-pendapatan masih merupakan permasalahan.
Kemajuan dalam bidang kesehatan dan pendidikan hanya dapat dicapai melalui
perbaikan yang signifikan dalam kualitas layanan serta peningkatan akses kepada
rakyat miskin untuk mendapatkan layanan infrastruktur dasar. Kesenjangan dalam
bidang kemiskinan antar daerah masih lebar. Dengan kondisi geografi Indonesia
yang luas, permasalahan bukan hanya terletak pada ketertinggalan yang dialami
oleh daerah-daerah tertentu, melainkan juga semakin lebarnya kesenjangan antara
daerah yang tertinggal dengan daerah-daerah lainnya.
Mari
sejenak kita melihat ke lingkungan sekitar kita. Lihatlah, betapa masih banyak
yang hidupnya berada dalam berbagai kekurangan. Setiap hari masih dapat kita
jumpai anak-anak di bawah umur sampai usia lanjut mengais sampah untuk mencari
barang yang dapat ditukarkan dengan uang guna memenuhi kebutuhan akan makanan.
Kemiskinan
telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,
kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, serta menguatnya
arus urbanisasi. Akibat yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan secara terbatas.
Kemiskinan
merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak
untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya.
Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama
dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan tinggi,
penulis tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan di Indonesia dan
penanggulangannya. Penulis berharap dengan karya tulis ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka mengentaskan kemiskinan dari Negara tercinta
ini.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan
yang akan di bahas dalam makalah ini, antara lain :
Apakah yang dimaksud dengan kemiskinan ?
Bagaimana kondisi atau potret kemiskinan di Indonesia ?
Faktor-faktor apa yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia ?
Bagaimana penanggulangan kemiskinan di Indonesia ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat
penulisan makalah ini antara lain :
Untuk mengetahui pengertian dan maksud dari kemiskinan
Untuk mengetahui kondisi dan potret kemiskinan di Indonesia
Untuk mengetahui faktor penyebab kemiskinan
Untuk mengetahui cara menanggulangi kemiskinan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kemiskinan
Secara
harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak
berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas,
kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara
individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap
timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Kemiskinan
dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan
yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak
lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok
orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hidup
miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan,
dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber
daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara
lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal.
Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk
kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan
dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan
materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari hari, sandang,
perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai
situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang
kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di
sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh
dunia.
Dari berbagai sudut
pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat
dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu:
1.
Kemiskinan Absolut.
Seseorang
dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan (hidup dengan pendapatan dibawah
USD $1/hari), tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu:
pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.
2.
Kemiskinan Relatif.
Seseorang
yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan
tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
3.
Kemiskinan Kultural.
Kemiskinan
ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak
mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak
lain yang membantunya.
Kemiskinan
merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya
kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan
rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan
pendidikan. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi
kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan
pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.
Keluarga
miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan,
mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi
kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari keluarga miskin yaitu:
1.
Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek
pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat pendidikan dasar formal yang
ditamatkan, dan kemampuan menjangkau perlindungan dasar.
2.
Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan utama dalam
mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran dalam bidang perlindungan,
dan peran dalam bidang kemasyarakatan.
3.
Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari upaya yang dilakukan
sebuah keluarga untuk menghindar dan mempertahankan diri dari tekanan ekonomi
dan non ekonomi.
2.2
Kondisi dan Potret Kemiskinan di Indonesia
Badan
Pusat Statistik (BPS)
melaporkan penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 130.000 orang selama
periode Maret-September 2011. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut
sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk hampir miskin yang kini jumlahnya
mencapai 27,82 juta orang.
Suryamin,
Plt Kepala Badan Pusat Statistik, menjelaskan jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang
(12,36%), turun 0,13 juta orang (0,13%) dibandingkan dengan posisi Maret
2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49%).
Berdasarkan letak geografisnya,
penduduk miskin di perkotaan berkurang 92.200 orang menjadi 10,95 juta
orang (9,09%), sedangkan di pedesaan turun 36.600 orang menjadi 18,94
juta orang (15,59%). “Faktor-faktor yang mengurangi kemisikan selama periode
Maret-September 2011, a.l. laju inflasi umum yang relatif rendah
2,25%, penurunan harga sejumlah bahan pokok, dan perbaikan penghasilan
petani atau nilai tukar petani,” jelasnya dalam jumpa pers, Senin 2
Januari.
Menurutnya, sejumlah bahan pokok yang mengalami penurunan
harga selama enam bulan periode survei tersebut meliputi minyak goreng (turun
0,35%), gula pasir (2,72%), cabai rawit (61,28%), dan cabe merah (30,51%).
Penurunan angka kemiskinan juga sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi III/2011 yang sebesar 6,4%, konsumsi rumah tangga 3,6%, peningkatan
indeks tendensi konsumen (ITK) 7,64%, dan produksi industri manufaktur mikro
dan kecil 2,21%. “Secara absolut, kemiskinan terbanyak di pulau Jawa dan
Sumatra, masing-masing 16,74 juta orang dan 6,31 juta orang. Namun secara
persentase hanya 12,09% dan 12,2% (dari jumlah penduduk wilayah),” tuturnya.
Penurunan
kemiskinan tersebut, kata Suryamin, sejalan dengan penurunan tingkat
pengangguran terbuka yang sebesar 0,24% selama periode Februari-Agustus 2011.
Sementara, itu, tingkat pekerja tidak penuh mengalami kenaikan, dari
34,19 juta orang menjadi 34,59 juta orang. “Kenaikan didominasi oleh
pekerja paruh waktu, yang naik dari 18,46 juta pada Februari
menjadi 21,06 juta orang pada Agustus 2011.”
Suryamin menerangkan BPS menghitung
angka kemiskinan dengan cara mengolah data survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) kuartalan, yang mengacu pada ukuran garis kemiskinan makanan
(2.100 kkal per kapita per hari) dan non-makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Selama 6 bulan periode survei, peranan komoditas
makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 73,53%, sisanya
non-makanan. “Garis kemiskinan selama periode Maret-September 2011 naik
4,27%, dari Rp233.740 per kapita per bulan menjadi Rp243.729 per kapita per
bulan,” katanya.
Selain
data di atas Berdasarkan hasil Survei
sosial ekonomi nasional (Susenas) September 2011 yang diumumkan
Badan Pusat Statistik
(BPS), Senin, 2 Januari 2012, komoditas makanan yang memberi
sumbangan terbesar pada garis kemiskinan adalah beras.
Bahan
makanan itu menyumbang kemiskinan sebesar 26,60% di perkotaan dan 33,71% di
perdesaan. Rokok
kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis
Kemiskinan (8,31% di perkotaan dan 7,11% di perdesaan).
Komoditas lainnya adalah telur ayam ras
(3,35% di perkotaan dan 2,66% di perdesaan), gula pasir (2,78% di perkotaan dan 3,74%
di perdesaan), mie
instan (2,58% di perkotaan dan 2,28% di perdesaan), daging ayam ras (2,30%
di perkotaan dan 1,27% di perdesaan), tempe
(2,25% di perkotaan dan 1,84% di perdesaan), dan tahu (1,97% di
perkotaan dan 1,50% di perdesaan).
Komoditas bukan makanan yang memberi
sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan (7,36% di perkotaan dan
5,72% di perdesaan), biaya
listrik (2,75% di perkotaan dan 1,58% di perdesaan), biaya pendidikan
(2,49% di perkotaan dan 1,21% di perdesaan), dan angkutan (2,10% di
perkotaan dan 0,89% di perdesaan).
Berikut daftar lengkapnya (dalam %):
Makanan
|
Kota
|
desa
|
beras
|
26,60
|
33,71
|
Rokok
kretek filter
|
8,31
|
7,11
|
Telur
ayam ras
|
3,35
|
2,66
|
Gula
pasir
|
2,78
|
3,74
|
Mie
instan
|
2,58
|
2,28
|
Daging
ayam ras
|
2,30
|
1,27
|
Tempe
|
2,25
|
1,84
|
Tahu
|
1,97
|
1,50
|
Bukan makanan
|
Kota
|
desa
|
Perumahan
|
7,36
|
5,72
|
Listrik
|
2,75
|
1,58
|
pendidikan
|
2,49
|
1,21
|
Angkutan
|
2,10
|
0,89
|
Pakaian jadi anak anak
|
2,10
|
1,72
|
Kemiskinan kronis
Hamonangan
Ritonga, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, mengungkapkan penurunan jumlah
penduduk miskin selama periode Maret-September 2011 sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk hampir miskin. Jumlah penduduk hampir miskin per
September 2011 berjumlah 27,82 juta orang, meningkat sekitar 100.000 orang
dibandingkan posisi Maret 2011. “Jadi ada perpindahan penduduk miskin ke hampir
miskin. Kemiskinan memang turun, tapi lari ke hampir miskin,” ucapnya.
Menurut
Hamonangan, penurunan angka kemiskinan seharusnya mencerminkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, berdasarkan pengamatannya, distribusi
pendapatan tidak merata sehingga kesejahteraan lebih banyak dinikmati oleh
masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas. “Penurunan penduduk miskin itu kan
lambat sekali ya karena memang (kemiskinan) sudah pada kondisi masyarakat yang
kita sebut kemiskinan kronis. Kalau bahasa lainnya hardcore poverty,” jelasnya.
BPS mencatat per September 2011, jumlah penduduk yang masuk kategori sangat
miskin sebanyak 10,09 juta orang (4,17%), sedangkan yang miskin 19,79 juta
(8,19%). Sementara yang hampir miskin mencapai 27,82 juta (11,5%).
Hamonangan menilai sangat sulit untuk memperbaiki nasib penduduk miskin krosnis
tersebut karena mayoritas kapasitasnya rendah.
Untuk itu,
target pemerintah menurunkan angka kemiskinan 1% per tahun dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sangat berat jika tidak diimbangi
dengan program bantuan sosial yang tepat sasaran. Pemecahan masalah kemiskinan
memerlukan langkah-langkah dan program yang dirancang secara khusus dan terpadu
oleh pemerintah dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat.
Penulis ingin menitikberatkan karya tulis ini
dengan 3 masalah utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: terbatasnya kecukupan
dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, serta
terbatasnya dan rendahnya mutu layanan pendidikan.
1.
Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan
Hal
ini berkaitan dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang tidak
merata, dan kurangnya dukungan pemerintah bagi petani untuk memproduksi beras
sedangkan masyarakat Indonesia sangat tergantung pada beras. Permasalahan
kecukupan pangan antara lain terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk
miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu.
2.
Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan
Hal
ini mengakibatkan rendahnya daya tahan dan kesehatan masyarakat miskin untuk
bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh
kembang, dan rendahnya kesehatan para ibu. Salah satu indikator dari
terbatasnya akses layanan kesehatan adalah angka kematian bayi. Data Susenas
(Survai Sosial Ekonomi Nasional) menunjukan bahwa angka kematian bayi pada
kelompok pengeluaran terendah masih di atas 50 per 1.000 kelahiran hidup.
3.
Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan
Hal
ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya kesediaan sarana
pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di daerah, dan terbatasnya jumlah
sekolah yang layak untuk proses belajar-mengajar. Pendidikan formal belum dapat
menjangkau secara merata seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi perbedaan
antara penduduk kaya dan penduduk miskin dalam masalah pendidikan.
2.3
Faktor Penyebab Kemiskinan
Ada dua kondisi yang
menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu:
· Kemiskinan alamiah.
Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan
teknologi yang rendah, dan bencana alam.
· Kemiskinan buatan.
Kemiskinan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat
sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai
fasilitas lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin.
Bila
kedua faktor penyebab kemiskinan tersebut dihubungkan dengan masalah mutu
pangan, kesehatan, dan pendidikan maka dapat disimpulkan beberapa faktor
penyebab kemiskinan antara lain:
1. Kurang tersedianya
sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak misalnya puskesmas,
sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk bertani.
2. Kurangnya dukungan
pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat menjalani dan mendapatkan
haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak dikarenakan biaya yang tinggi
3. Rendahnya minat
masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya karena mereka kurang mendapat
pengetahuan mengenai pentingnya memliki pendidikan tinggi dan kesehatan yang
baik.
4. Kurangnya dukungan
pemerintah dalam memberikan keahlian agar masyarakat miskin dapat bekerja dan
mendapatkan penghasilan yang layak.
5. Wilayah Indonesia
yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk menjangkau seluruh
wilayah dengan perhatian yang sama. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan
masalah kesehatan, mutu pangan dan pendidikan antara wilayah perkotaan dengan
wilayah yang tertinggal jauh dari perkotaan.
Penyebab kemiskinan
juga dapat kita lihat dari beberapa dimensi.
Dari dimensi
pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab
kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan
terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif
yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai
alas an mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan structural juga
kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Bank Dunia,
penyebab dasar kemiskinan adalah :
1) kegagalan pemilikan terutama tanah dan
modal
2) terbatasnya ketersediaan bahan
kebutuhan dasar, sarana, dan prasarana
3) kebijakan pembangunan yang bisa
perkotaan dan bisa sektor
4) adanya perbedaan kesempatan di antara
anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung
5) adanya perbedaan sumber daya manusia
dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern)
6) rendahnya produktivitas dan tingkat
pembentukan modal dalam masyarakat
7) budaya hidup yang dikaitkan dengan
kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungannya
8) tidak adanya tata pemerintahan yang
bersih dan baik (good governance)
9) pengelolaan sumber daya alam yang
berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan
2.4
Penanggulangan Masalah Kemiskinan
Kemiskinan
merupakan persoalan yang sangat kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan
kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang
tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi
penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel
dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan. Dari variabel ini akan
dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang
tepat sasaran dan berkesinambungan.
Selama
ini, upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan
dasar . Seperti penyediaan pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan,
perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir
melalui system kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan
sanitasi dan sebagainya.
Dalam
menanggulangi kemiskinan juga diperlukan penanaman nilai-nilai moral yang dapat
meningkatkan tanggung jawab sosial. Pemerintah dan masyarakat memikul tanggung
jawab ini, sehingga semua pihak mempunyai kewajiban yang sama untuk memerangi
kemiskinan. Dari pengalaman pengentasan kemiskinan di Indonesia, kesulitan yang
paling sering dihadapi adalah ketika harus mengidentifikasi orang miskin.
Apakah kita percaya dengan indikator kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) ,
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), atau definisi miskin ini
diserahkan saja pada kearifan sosial masyarakat sekitar.
Ada
dua langkah besar yang bisa diambil untuk mengatasi kemiskinan. Pertama,
penyediaan fasilitas umum dan sosial kepada masyarakat kurang mampu. Misalnya,
penyediaan beras murah untuk orang miskin (raskin), pelayanan kesehatan gratis
di puskesmas, fasilitas air bersih, pendidikan dasar gratis (murah), dan
listrik murah. Kedua, upaya pemerintah untuk mendorong terbukanya lapangan
kerja yang lebih luas.
Program
raskin banyak disorot karena ada penyimpangan, dan perlu dibenahi
pengelolaannya. Masyarakat kini kian kritis sehingga berkurangnya karung
timbangan beras sebesar 0,5 kg dan jatah 20kg dapat menjadi berita nasional
yang membuat gerah pengelola raskin. Apakah timbangan Dolog yang rusak atau
moral penimbang beras yang bobrok alias korup? Ironisnya, malah ada raskin yang
jatuh ke pedagang lalu dioplos dengan beras lain untuk dijual di pasaran.
Program
pangan murah seperti raskin juga dikenal di Negara maju seperti Amerika
Serikat. Hanya saja sistem manajemennya berbeda. Di sana ada program foodstamps
yakni masyarakat miskin berhak atas cek dengan nilai uang tertentu. Cek ini
dapat dibelanjakan. Untuk membeli makanan di supermarket. Tampaknya, program
semacam ini lebih tepat sasaran dan memperkecil peluang penyelewengan.
Beberapa
organisasi sosial kemasyarakatan mempunyai potensi untuk membantu pemerintah
dalam pengentasan kemiskinan. Contohnya, BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq, dan
Sedekah) sebagai institusi keagamaan perlu digerakkan lagi sehingga gaungnya
tidak hanya muncul di tingkat kabupaten atau provinsi, tetapi harus merambah
sampai bawah seperti RT/RW.
Beberapa
program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan
antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada pengentasan kemiskinan.
Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain: menjaga stabilitas harga
bahan kebutuhan pokok ; mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin
; menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat
; meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar ; membangun dan
menyempurnakan system perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
Dari
5 fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang ada
dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang
digalakkan pemerintah terkait program tersebut antara lain :
a.
Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok.
Fokus program ini
bertujuan menjamin daya beli masyarakat miskin/ keluarga miskin untuk memenuhi
kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras.
b.
Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin.
Fokus program ini
bertujuan mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang
lebih luas dan berkualitas bagi masyarakat/ keluarga miskin.
c.
Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat.
Program ini bertujuan
untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan
perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan
kesempatan berusaha bagi penduduk miskin.
d.
Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar.
Fokus program ini
bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin memenuhi kebutuhan
pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar.
e.
Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
Fokus ini bertujuan
melindungi penduduk miskin dari kemungkinan ketidakmampuan menghadapi guncangan
sosial dan ekonomi.
Perusahaan-perusahaan
besar seharusnya mendukung pengentasan kemiskinan. Meski mereka sudah membayar
pajak, namun seyogianya mereka tetap memiliki kewajiban sosial membantu
masyarakat miskin.
Dari
serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, semuanya
berorientasi material. Sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada
ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Di samping itu, tidak adanya
tatanan pemerintahan yang demokratis menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan inisiatif
masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri.
Keberhasilan
program pengentasan kemiskinan sama seperti program pembangunan yang lain,
terletak pada identifikasi akurat terhadap kelompok dan wilayah yang
ditargetkan. Oleh karena itu, keberhasilan pengentasan kemiskinan terletak pada
beberapa langkah, yang dimulai dari formulasi kebijaksanaan yaitu
mengidentifikasi siapa yang miskin dan di mana mereka berada. Kedua pertanyaan
tersebut dapat dijawab dengan mempertimbangkan :
Pertama,
karakteristik
ekonomi penduduk, antara lain adalah sumber-sumber pendapatan, pola-pola
konsumsi dan pengeluaran, tingkat ketergantungan, dan lain-lain.
Kedua,
karakteristik demografi sosial, di antaranya tingkat pendidikan, cara
memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota rumah tangga, dan lain-lain.
Tetapi kalaupun semua
itu dilaksanakan, apakah persoalan beres? Nyatanya, belum semua program
berjalan, kita sudah dicemaskan soal atau hal-hal yang mungkin menghambat
berjalannya program tersebut.
Selain faktor
eksternal, dari internal kita sendiri seolah tak ada habisnya. Dampak perubahan
iklim,misalnya, kian ekstrem. Gelombang tinggi, banjir, longsor, badai, kian
sering memorakporandakan lading kehidupan rakyat.
Menghapus
pengangguran dan kemiskinan, memakmurkan bangsa, memang target maksimal dan
cita-cita luhur para founding fathers. Karena itu, siapapun presiden kita
berikut kabinetnya, itu akan selalu menjadi tantangan berat, dan isu yang
sangat mudah dipolitisasi.
Menurut hemat kita,
dibutuhkan antisipasi berupa perencanaan dan implementasi yang inovatif
disertai kerja ekstra keras dan sungguh-sungguh. Bukan sekadar diomongkan,
dicanangkan, lalu urusan dianggap beres.
Hal-hal kecil acap
kali mendorong masyarakat untuk mengatasi maslahnya sendiri. Tetapi hal-hal
kecil itu pun terkadang tidak bisa berjalan pada tahapan implementasi, hanya
karena presiden, mentri, kepala daerah berbeda latar belakang partai.Ironis.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan bab II penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kondisi kemiskinan
di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas
hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan
rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan
pendidikan. Oleh karena itu, perlu mendapat penanganan khusus dan terpadu dari
pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.
2. Faktor penyebab
kemiskinan ada dua, yaitu faktor alami dan faktor buatan. Selain kedua faktor
tersebut ada faktor lain yang menimbulkan kemiskinan, yaitu:
Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak
Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak mendapatkan
haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak
Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya
Kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian
Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk
menjangkau seluruh wilayah dengan perhatian yang sama.
3. Penanggulangan
masalah kemiskinan diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk Sasaran Pembangunan
. Keberhasilan program menurunkan kemiskinan tidak akan tercapai tanpa adanya
kerja-sama yang baik dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat .
3.2
SARAN
Adapun
saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
- Pemerintah sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia
- Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari kemiskinan.
- Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan.
Sumber
:
http://oskaryudanto.blogspot.com/2011/05/tugas-teori-organisasi-umum-2-makalah_13.html
http://www.bisnis.com/articles/statistik-kemiskinan-29-89-juta-orang-indonesia-miskin